absurditas dalam menulis isi hati

Author: Unknown /

kemarin, saat dahulu gairah kehidupanku menggebu meniadakan keadaan, aku sempat dalam satu kondisi dua situasi terlena dengan apa yang mereka perbincangkan sebagai isi hati. namun ternyata (tanpa maksud apa-apa!) bukan aku saja yang dapat membohongi diri sendiri. oh ternyata!

ya ini adalah paragraf nomer sekian sekian garis miring sekian sekian dari kehidupanku. tidak, ini bukan paragraf deskriptif atau naratif. bukan juga celoteh penuh argumen sana-sini, saling tipu kanan-kiri, namun yang didustai adalah diri sendiri. tidak, namun paragraf ini lebih menjelaskan mengapa saat matahari tenggelam dalam kegelapan yang paling dalam, aku mulai untuk menulis dalam damai. tidak bernarasi, aku sudah katakan tadi! diamlah sejenak tanpa celotehan dalam hati.

ah, dunia! mengapa terkadang begitu fana namun di satu sisi menggiurkan bak opium baru dikirim! terkadang mengiginkan, namun tak sanggup menghadapi konsekuensi. akhirnya berbalik dan melihat dengan mata tertutup (sedikit sekali terbuka, janji!), curi-curi pandang. ah, terlalu menggiurkan! akhirnya pak polisi menciduk opium tadi, lalu dihisapnya pelan-pelan. sang opium (walaupun ternyata aku tak sebegitu suka dengan opium, karena hanya janji-janjinya dan euforia sesaatnya yang nikmat!) pun merasa senang namun tetap melambaikan tangannya. kuacungkan kelingkingku, “makan ini upil hidung ku!”

kemudian aku kembali kepada absurditas dalam menulisku. sebentar, biar kuseduh secangkir kopi kembali, hal yang lebih adiktif daripada tadi. ternyata hujan di luar. kan kubuka pintu ini, biarkan hawa hujan itu membawa harum tanah. dan ku corat-coret catatanku. dan besok hidupku masih seperti ini : sendiri di teras dengan rokok sebagai kekasihku.

indah!

nikmat!

ternyata, tak tergantikan rasanya!

 

 ajie 

23 Oktober 2009

2:17

0 comments:

Post a Comment